www.rumaysho.com
Inilah sifat orang beriman yang
disebutkan dalam Al Qur’an. Secara umum kita dilarang menghadiri acara maksiat.
Lebih khusus lagi adalah perayaan non muslim, dari agama apa pun itu, bagaimana
pun bentuknya, baik pula yang merayakan kita adalah saudara atau kerabat
. Akidah Islam, memang demikian, bukanlah keras. Ajaran Islam bermaksud melindungi umatnya agar tidak terpengaruh dengan kesesatan syi’ar agama lain.
. Akidah Islam, memang demikian, bukanlah keras. Ajaran Islam bermaksud melindungi umatnya agar tidak terpengaruh dengan kesesatan syi’ar agama lain.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ
مَرُّوا كِرَامًا
"Dan orang-orang yang tidak menghadiri az zuur,
dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga
kehormatan dirinya." (QS. Al Furqon: 72).
Para ulama
pakar tafsir seperti Abul ‘Aliyah, Thowus, Muhammad bin Siirin, Adh Dhohak, dan
Ar Robi’ bin Anas mengatakan bahwa yang dimaksud ‘az zuur’ adalah perayaan orang musyrik.
Sehingga dari ayat ini bisa dipahami, ayat ini menunjukkan sifat orang mukmin
tidaklah menghadiri perayaan orang kafir (non muslim), termasuk di dalamnya
adalah perayaan natal, perayaan paska, dan perayaan tahun baru masehi.
Hukum
menghadiri perayaan non muslim adalah haram berdasarkan kesepakatan
(ijma’) para ulama, demikian pula yang menjadi pendapat Imam Malik, Imam Abu
Hanifah, Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad. Bahkan Ibnul Qayyim menyatakan adanya
kata sepakat dari para ulama (baca: ijma') dalam kitabnya Ahkamu Ahli Dzimmah.
Sehingga jika ada ulama sekarang yang membolehkan untuk menghadiri perayaan non
muslim, justru ia yang keliru dan telah salah jalan sehingga tidak pantas
dijadikan rujukan.
Para
sahabat Nabi juga tidak membolehkan seorang muslim pun untuk menghadiri
perayaan non muslim dan memberi ucapan selamat pada perayaan agama mereka.
‘Umar bin Al Khottob berkata,
اجتنبوا أعداء الله في
عيدهم
“Jauhilah musuh-musuh Allah di
perayaan mereka” (HR. Al Baihaqi, dengan sanad shahih).
Musuh
Allah sudah jelas merekalah orang-orang kafir. Menjauhi mereka tentu saja
dengan tidak menghadiri perayaan mereka dan tidak memberikan ucapan selamat
pada hari raya mereka. Itulah, sungguh aneh jika ada ulama saat ini yang
membolehkan hal-hal tadi sedangkan para sahabat dari jauh hari sudah mewanti-wanti.
Sungguh
aneh sebagian orang yang tetap ngotot mau hadir di acara natalan bersama, beralasan demi toleransi,
demi kebersamaan, tidak enak sama tetangga atau atasan. Padahal itu semua
alasan manusia, cuma logika-logikaan tanpa berlandaskan pijakan dalil. Seruan
Allah seakan-akan masuk telinga kiri keluar telinga kanan, tanpa ada takut sama
sekali dengan murka Allah yang tentu lebih berbahaya dari tidak ridhonya
manusia. Mereka seakan-akan tidak takut akan murka Allah yang barangkali akan
datang menghampiri, boleh jadi musibah besar akan melanda dan mereka tidak
sangka-sangka. Alasan para pembela acara natal dan ucapan selamat natal asalnya dari kurangnya iman, enggan
mengenal akidah Islam dan malas untuk duduk belajar Islam barang sejenak.
Padahal sejarah natal menuai kritikan dari orang nashrani sendiri. Ritual natal sendiri perlu diketahui berasal dari penyembahan berhala.
Ini realita yang tidak bisa dipungkiri.
Jadi,
biarkanlah mereka merayakan natal karena sesatnya mereka, kita tidak perlu
turut merayakan atau memberi ucapan selamat. Lakum diinukum wa liya diin.
Tulisan
ini hanyalah nasehat. Yang mau nerimo, monggo, tidak ada paksaan.
Karena kami pun tahu bahwa Allah yang beri taufik. Namun jika telah sampai
peringatan, tetapi telinga pun tidak mau mendengar, terserah, Anda yang akan
tanggung hukuman dan balasan di sisi Allah.
وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ
الْمُبِينُ
“Dan kewajiban kami tidak lain
hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.” (QS. Yasin: 17)
Wallahu
waliyyut taufiq was sadaad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar