www.rumaysho.com
Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Bagaimanakah hukum membalas salam
orang kafir (ahli kitab maupun non muslim lainnya)?
Dan bolehkah memulai mengucapkan salam pada mereka? Ada pula hadits yang menyebutkan bahwa jika kita berjumpa orang kafir, maka pepetlah mereka ke pinggir. Bagaimana penjelasan hal ini?
Dan bolehkah memulai mengucapkan salam pada mereka? Ada pula hadits yang menyebutkan bahwa jika kita berjumpa orang kafir, maka pepetlah mereka ke pinggir. Bagaimana penjelasan hal ini?
Thoyyib, ada sebuah riwayat yang menjelaskan masalah di atas. Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ
وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى طَرِيقٍ
فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
“Jangan kalian mengawali
mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani. Jika kalian berjumpa salah
seorang di antara mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.”
(HR. Muslim no. 2167)
Memulai Salam pada Orang
Kafir
Para ulama berselisih pendapat
mengenai hukum memulai ucapan salam pada orang kafir dan hukum membalas salam
mereka. Kebanyakan ulama terdahulu dan belakangan mengharamkan memulai ucapan
salam. Imam Nawawi berkata, “Larangan yang disebutkan dalam hadits di atas
menunjukkan keharaman, Inilah yang benar bahwa memulai mengucapkan salam pada
orang kafir dinilai haram.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 145).
Adapun memulai mengucapkan “selamat
pagi” pada orang kafir, tidaklah masalah. Namun lebih baik tetap tidak
mengucapkannya kecuali jika ada maslahat atau ingin menghindarkan diri dari
mudhorot. (Keterangan dari islamweb)
Membalas Salam Orang
Kafir
Mayoritas ulama (baca: jumhur)
berpendapat bahwa jika orang kafir memberi salam, maka jawablah dengan ucapan “wa
‘alaikum”. Dalilnya adalah hadits muttafaqun ‘alaih dari Anas bin
Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ
الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
“Jika seorang ahli kitab (Yahudi
dan Nashrani) memberi salam pada kalian, maka balaslah dengan ucapan
‘wa’alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa
Anas bin Malik berkata,
مَرَّ يَهُودِىٌّ بِرَسُولِ اللَّهِ -
صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى
الله عليه وسلم - « وَعَلَيْكَ » . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم
- « أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ » . قَالُوا يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَلاَ نَقْتُلُهُ قَالَ « لاَ ، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ
الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ »
“Ada seorang Yahudi melewati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as saamu ‘alaik’
(celaka engkau).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas ‘wa
‘alaik’ (engkau yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
bersabda, “Apakah kalian mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu
‘alaik’ (celaka engkau)?” Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah,
bagaimana jika kami membunuhnya saja?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jangan. Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka ucapkanlah
‘wa ‘alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6926)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
“Hadits di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan menjawab salam orang muslim dan
orang kafir. Ibnu Battol berkata, “Sebagian ulama berpendapat bahwa membalas
salam orang kafir adalah wajib berdasarkan keumuman ayat (yaitu surat An Nisa
ayat 86, pen). Telah shahih dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Jika ada yang
mengucapkan salam padamu, maka balaslah ucapannya walau ia seorang Majusi.”
Demikian pendapat Asy Sya’bi dan Qotadah. Namun Imam Malik dan jumhur
(mayoritas ulama) melarang demikian. Atho’ berkata, “Ayat (yaitu surat An Nisa’
ayat 86) hanya khusus bagi kaum muslimin. Jadi tidak boleh menjawab salam orang
kafir secara mutlak. Hadits di atas cukup menjadi alasan.” (Fathul Bari, 11:
42)
Surat An Nisa ayat 86 yang dimaksud
adalah,
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ
فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
“Apabila kamu diberi penghormatan
dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih
baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS.
An Nisa’: 86). Inilah dalil yang jadi alasan sebagian ulama (seperti Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah) bahwa jika orang kafir
memberi salam ‘as salaamu ‘alaikum’, maka hendaklah dibalas dengan yang
semisal, yaitu ‘wa ‘alaikumus salam’.
Keterangan: Orang kafir yang dimaksud di sini adalah setiap non
muslim, baik Yahudi, Nashrani, Majusi, Hindu, Budha dan lainnya.
Ketika Bertemu Orang
Kafir di Jalan
Adapun maksud hadits,
فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِى
طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
“Jika kalian berjumpa salah
seorang di antara mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.”
Yang dimaksud adalah janganlah membuka jalan pada orang kafir dalam rangka
memuliakan atau menghormati mereka. Sehingga bukanlah maknanya jika
kalian bertemu orang kafir di jalan yang luas, maka paksalah mereka hingga ke
lubang sehingga jalan mereka menjadi sempit. Pemahaman seperti ini berarti
menyakiti non muslim tanpa ada sebab. Demikian keterangan Al Munawi dalam Faidul
Qodir (6: 501) yang menyanggah tafsiran sebagian ulama yang keliru
Wallahu
a’lam bish showwab. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan
sahabatnya. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan
menjadi sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar