www.rumaysho.com
Komisi Fatva Kerajaan Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ mendapat pertanyaan sebagai berikut,
Komisi Fatva Kerajaan Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ mendapat pertanyaan sebagai berikut,
“Kami sangat ingin Anda sekalian
menjelaskan mana sajakah tabarruk (ngalap berkah) yang terlarang (alias
bid’ah), kapan tabarruk semacam itu digolongkan syirik akbar dan kapan
digolongkan syirik ashgor? Mohon sertakan pula dengan contoh.”
digolongkan syirik ashgor? Mohon sertakan pula dengan contoh.”
Jawaban Al Lajnah Ad
Daimah:
Tabarruk kepada makhluk ada dua
macam:
Macam pertama:
Termasuk Syirik Akbar
Tabarruk pada makhluk seperti pada
kubur, pohon, batu, manusia yang masih hidup atau telah mati, di mana orang
yang bertabarruk ingin mendapatkan barokah dari makhluk tersebut (bukan dari
Allah), atau jika bertabarruk dengan makhluk tersebut dapat mendekatkan dirinya
pada Allah Ta’ala, atau ingin mendapatkan syafa’at dari makhluk tersebut
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu, maka seperti ini
termasuk syirik akbar. Karena kelakukan semacam ini adalah
sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada berhala atau sesembahan mereka.
Mengenai hal ini terdapat dalam hadits Abu Waqid Al Laitsi yang
mengisahkan tentang orang-orang musyrik yang menggantungkan senjata-senjata
mereka[1] pada sebuah pohon. Perbuatan yang dilakukan
oleh mereka ini dianggap oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
syirik akbar. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
menyerupakan permintaan sebagian sahabat (yang baru saja masuk Islam) yang
meminta dijadikan pohon sebagaimana orang-orang musyrik tadi, yaitu beliau
serupakan dengan perkataan Bani Israel pada Musa,
اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ
آَلِهَةٌ
“Buatlah untuk kami sesembahan
sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan.” (QS. Al A’rof: 183)
Macam kedua: Termasuk
Bid’ah
Tabarruk kepada makhluk dengan
keyakinan bahwa tabarruk pada makhluk tersebut akan berbuahkan pahala karena
telah mendekatkan pada Allah, namun keyakinannya bukanlah makhluk tersebut yang
mendatangkan manfaat atau bahaya. Hal ini seperti tabarruk yang dilakukan orang
jahil dengan mengusap-usap kain ka’bah, dengan menyentuh dinding ka’bah, dengan
menyentuh maqom Ibrahim dan hujroh nabawiyah, atau dengan menyentuh
tiang masjidi harom dan masjid nabawi; ini semua dilakukan dalam rangka meraih
berkah dari Allah, tabarruk semacam ini adalah tabarruk yang bid’ah (tidak ada
tuntunannya dalam ajaran Islam) dan termasuk wasilah (perantara) pada
syirik akbar kecuali jika ada dalil khusus akan hal itu. Contoh khusus yang
termasuk tabarruk yang dibolehkan adalah tabarruk dengan air zam-zam, tabarruk
dengan keringat dan rambut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula
dengan tabarruk dengan jasad dan bekas wudhu beliau shalawaatullah wa
salaamu ‘alaih. Contoh khusus yang disebutkan ini tidaklah terlarang karena
ada dalil yang membolehkannya.
Wabillahit taufiq, shalawat dan
salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Fatwa Al Lajnah Ad Daimah ini
ditandatangani oleh:
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah
bin Baz selaku ketua; Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh selaku wakil ketua; Syaikh
‘Abdullah bin Ghudayan, Syaikh Sholeh Al Fauzan, Syaikh Bakr Abu Zaid
masing-masing selaku anggota.
Reference: Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal
Ifta’, 1/ 352-353, pertanyaan kedua dari fatwa no. 18511, terbitan Ar Ri-asah
Al ‘Ammah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, cetakan pertama, 1428 H
***
Mengapa mengusap dinding atau kain
Ka’bah, begitu pula tiang masjidil Harom terlarang? Karena perlu dipahami bahwa
berkah yang ada pada Ka’bah dan Masjidil Harom adalah berkah yang sifatnya
ma’nawi. Artinya di antara berkahnya adalah dengan berlipatnya pahala ketika
beribadah di sana. Dan berkah yang sifatnya ma’nawi tidak bisa berpindah secara
zat. Berbeda halnya dengan berkah yang sifatnya dzatiyah, yang bisa berpindah
seperti berkah dari keringat atau rambut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berkah yang bersifat dzat ini hanya dikhususkan pada para nabi saja. Sedangkan
orang-orang selain itu tidak ada dalil yang menunjukkannya sehingga tidak tepat
ada yang ngalap berkah dengan keringatnya “Pak Kyai”. Karena para sahabat saja
sendiri tidak pernah ngalap berkah dengan dzat Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman dan
‘Ali. Padahal mereka adalah semulia-mulianya sahabat. Ngalap berkah dengan
ulama atau kyai bukanlah dengan dzat, namun dengan ilmu dan dengan mempelajari
akhlaq mereka. Jadi harus benar-benar dipahami beda antara tabarruk
ma’nawiyah dan tabarruk dzatiyah.[2]
Allahu’alam
Bishowab
[1] Syaikh Hammad Al Hammad hafizhohullah
menjelaskan bahwa orang-orang musyrik menggantukan senjata mereka tersebut
dalam rangka mearih berkah yaitu datangnya kekuatan.
[2] Ini faedah dari Durus “Kitab Tauhid”, Syaikh
Hammad Al Hammad, KSU, Riyadh, KSA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar